Cari di Sini
Sabtu, 02 Februari 2013
Popularitas Tledekan
Tledekan atau di beberapa daerah dikenal sebagai sulingan atau longa-longo juga pernah populer di awal 2000-an. Di saat masa keemasan, jumlah maupun harganya memang masih di bawah anis kembang, tapi waktu itu popularitas tledekan juga cukup fenomenal.
Daerah yang dianggap sebagai penghasil tledekan berkualitas adalah eks Karesidenan Banyumas. Sejumlah jagoan top memang berasal dari sini. Transaksi awal yang cukup menjadi buah bibir waktu itu adalah ketika Houcan Purbalingga melepas tledekan Bagong kepada Sien Ronny, melalui Johny Widegdo Kediri.
Setelah itu kemudian muncul jagoan legendaris seperti Killer-nya Wawan Sambas hingga Barcelona milik Heru, nama-nama seperti Yance juga tercatat menjadi pemilik tledekan top. Yang patut dikenang, waktu itu nama Mutiara milik Rico dari Purworejo juga selalu menjadi pesaing yang disegani, selain jagoan milik Leoriardi Jogja.
Killër dan Barcelona, waktu itu menjadi pesainig ketat di berbagai even. Sejumlah even akbar, seperti Piala Raja, bahkan membuka tledhekan hingga 3 kelas. Wawan memiliki beberapa pelapis tledekan, semuanya diberi nama Killer.
Kemudian ada yang dilepas ke Lorenz Jakarta, satu lagi juga beralih ke Sien Ronny. Keduannya tetap merijadi langganan juara.
Karakter susah pasokan minim
Seperti anis kembang, popularitas tledekan juga berangsur surut. Surutnya tledekan, antara lain karena pasokan di pasamya memang terbatas. Selain itu, perawatannya dianggap susah, karena pakannya yang wajib kroto.
Coba Anda menengok ke pasar burung, Anda belum tentu menemukan ada tledekan baik yang masih bahan atau apalagi yang sudah mulai bunyi. Selain karena permintaan yang minim, ini juga menjadi penanda bahwa di alam, jumlahnya juga sudah semakin terbatas.
Sebab meskipun harganya murah, kalau di alam masih tersedia banyak, pasti burung akan sampai pula ke pasaran. Sudah bahannya sedikit, untuk mendapatkan tledekan yang mau nampil sambil neklek (bunyi ngerol sambil mendongak ekstrim ke atas bahkan cenderung sampai belakang, atau seperti kayang) sebagai syarat atau pakem untuk jadi juara, semakin tidak gampang lagi.
Susahnya karakater tledekan juga diakui oleh para maestro perawat tledekan, seperti Heru yang kini tinggal di Solo, Teguh sang perawat Killer, Yopie, juga Ronny. Karena sulit, membuat tledekan yang saat ini sering muncul ke lapang dan menjadi juara juga hanya itu-itu saja, yang kebetulan ketemu stelannya.
Sekarang, bahkan di “ibu kota tledekan” Purwokerto dan sekiarnya, peserta tledekan juga bisa dihitung dengan jari tangan. Di even-even besar pun, peserta sulit penuh. Bisa dilihat pada data pesanan tiket untuk lomba Piala Raja 2012 di omkicau.com misalnya, yang membuka dua kelas. Peminat tledhekan belum sampai separuh jumlah gantangan (sampai tulisan ini dibuat, belum sampai 20 pesertanya).
Dengan alasan pasokan yang memang terbatas, kelas tledekan tampaknya memang susah untuk didongkrak kembali. Namun, bukan berarti kelas ini tak punya penggemar fanatik. Misalnya ada Yopie dari Purbalingga dengan Raja Langit. Yance masih meneruskan nama legendaris Killer, Ronny Purworejo dengan Alteco, Eko Putro Solo, Rex milik Arif Kebumen, Seruling Kencana milik Abond Banjarnegara, dan seterusnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar